Bisnis Buku-e dan Qbaca

Saya menyukai buku, juga buku-e. Itu kenapa saya memiliki pembaca buku-e yang ternyata kebetulan berbentuk sabak/tablet berbasis Android, juga ponsel yang lumayan nyaman untuk membaca buku-e. Keinginan saya untuk membaca sebenarnya hanya dibatasi oleh yang namanya “5W+1H” :D

Soal “How” berhubungan dengan media dan infrastruktur[1] khususnya perangkat, dan inilah ketertarikan saya, bagaimana caranya kita bisa membaca dengan media/perangkat apa saja baik konvensional atau digital dari koran sampai tablet, sistem operasi apa saja, dan aplikasi apa saja. Sebisa mungkin yang menjunjung tinggi kemerdekaan.

Layanan penyediaan konten digital berbentuk buku, koran, majalah, dan sejenisnya ini bagus dari sisi kenyamanan juga produktivitas. Seperti menyediakan terminal dari titik produksi di ujung (penerbit) ke ujung yang lain (pembaca), dengan menghilangkan mengurangi masalah distribusi[2]. Sederhananya, penerbit mengunggah konten ke server, pembaca tinggal mengambil konten tersebut secara manual atau otomatis dengan perangkat yang Ia punya.

Bayangkan bagi penyuka koran, setiap pagi di perangkat baca Anda sudah ada koran edisi hari itu. Bagi seorang kutu buku, ketika sebuah buku terbit otomatis buku tersebut sudah dihidangkan di atas perangkat baca, dan siap dimakan dibaca.

Jalur distribusi yang digunakan adalah Internet, ini kenapa model lama bisnis penerbitan dan distribusi konten, serta publikasi karya kreatif perlu mengadaptasi era teknologi informasi sekarang ini. Ingat Creative Commons! ;-)

Kindle oleh kodomut (CC BY)Beberapa hari yang lalu saya mendapat kabar bahwa TLKM, inisial yang dulu kami para opreker suka menyebutnya, meluncurkan bisnis konten digital layaknya AMZN/Kindle bernama Qbaca. Saya sebelumnya mengira Kompas yang bakal duluan terjun di bisnis ini, walaupun sudah ada pula pemain yang telah muncul seperti yang disebut Agasi yaitu bukutablet. Dalam hati saya bilang “kita lihat saja”.

Dua hari kemarin saya mencoba mengunduh aplikasi Qbaca tersebut pada ponsel Android Jelly Bean, sekilas aplikasi cukup saja dari segi antarmuka dan kebergunaan, tapi saya kira tim pengembang Qbaca sudah berusaha maksimal untuk melakukan perancangan hal ini.

Buku-buku yang disediakan masih terbatas, paling tidak ada grup Mizan di sana. Ada beberapa buku yang ingin saya beli karena belum saya baca, atau saya sudah baca tetapi hanya ingin sekadar memiliki arsip digitalnya sahaja. Sebagai catatan, bagi seorang muslim saya kira akan sangat bijaksana jika berhati-hati pada buku-buku yang sepertinya bernuansa Islami di sana, dan juga di tempat-tempat lain pula.

Saya tekadkan diri untuk mencoba membeli satu buku dengan mengklik tombol Beli, kemudian muncul kode pembayaran. Pembayaran dilakukan secara terpisah melalui ATM, Internet Banking, atau SMS Banking dengan memasukkan kode yang didapat tadi. Kasus saya, pembayaran dilakukan di bagian Telkom Speedy. Menurut saya cara ini cukup memudahkan bagi orang Indonesia yang terbiasa bertransaksi di Internet.

Tunggu sebentar dan coba lihat aplikasi lagi, segarkan halaman buku bila perlu, tombol Periksa akan berubah menjadi Unduh. Saya langsung mengunduh buku dengan mengklik tombolnya. Selesai, dan buku sudah ada di tab Rak. Klik dan aplikasi crash. Saya coba berulang kali tetap crash, walau direktori cache sudah dihapus sesuai apa yang dianjurkan oleh @Qbaca. Kecewa.

Solusi yang diberikan Qbaca adalah meminta saya untuk mengirimkan nomor rekening melalui surel, sembari mereka mencari penyebabnya. Menurut saya solusi ini tergolong instan, karena yang saya butuhkan bukan uang kembali, tapi layanan yang terus diperbaiki lagi.

Jadi, saya tak mengirimkan surel. Saya hanya mengirimkan tulisan blog ini.

[1] Saya suka membangun sesuatu yang orang lain bisa “jalan” di atasnya
[2] Tentu saja jika yang ingin membangun dan membantu membangun tidak gaptek

* Gambar Kindle oleh kodomut, dengan lisensi CC BY.

4 thoughts on “Bisnis Buku-e dan Qbaca

  1. Mantap Mas. Tapi menurut saya kalo masih belum boleh (atau tidak bisa) diprint rasanya dongkol juga ya.. Apalagi nggak bisa dibaca di media lain. Ibarat punya MBP yang nggak bisa dioprek :))

    Saya sudah coba install dan baca Batu Menangis (gratisan), lumayan untuk software house yang mempekerjakan anak SMK, tapi agak kurang oke kalau melihat nama besar TLKM. Harusnya sih bisa lebih bagus lagi… *riwil*

    1. Iya bo, lucu penerbit buku-e malah mengendalikan “5W+1H” pembaca seperti kita. Lebih baik beli buku biasa saja kalau begitu hehe..

Leave a reply to stwn Cancel reply