Belajar dari Buang Air Besar

Sebagai seorang mahasiswa, Adi selalu menggunakan model sistem-kebut-semalam untuk belajar pada saat ujian mid maupun ujian akhir. Dia sering hanya belajar pada rentang waktu itu saja, di luar jam kuliah di kampus. Sebagian besar kita pun demikian, baik mahasiswa, karyawan kantoran, atau yang lainnya. Kita sering “menjejalkan” semua hal dalam satu waktu. Model ini mungkin menurut kita efektif ternyata tidak, karena apa? karena kita tahu bahwa dengan model “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit” lebih bagus, betul kan?

Kalau boleh saya bercerita, ketika saya –maaf– buang air besar dalam beberapa bulan ini, ketika saya menyiram dengan air banyak dalam sekali guyur, yang seharusnya masuk ke lubang pembuangan tidak dapat masuk semua, hanya sedikit, sebagian masuk kemudian keluar lagi, muncul ke permukaan :D. Berbeda ketika saya menyiram seperti menuangkan air ke dalam gelas, alirannya kecil tetapi terus, akan membuat semua yang kita keluarkan masuk, bahkan dengan sedikit jumlah gayung daripada cara sebelumnya. Ini alami ya. Kita pasti bisa memahami arti dari semua ini ;-)

2 thoughts on “Belajar dari Buang Air Besar

  1. what a kemproh GTD insight :P hehehe

    btw, desain toilet yang baik seharusnya memungkinkan proses flush dengan air sehemat mungkin. Sudah pernah membandingkan, banyak mana air yang diperlukan bila menggunakan metode “sekali guyur” atau “menuang air ke gelas” ? ;-)
    (ini pertanyaan yg lebih aneh lagi ya? hehe)

  2. metode “guyur grujug” itu selain membutuhkan air lebih banyak juga tidak efektif memasukkan yang-seharusnya-masuk, metode “guyur tuang” lebih sedikit membutuhkan air dan lebih efektif

    Ini sudah dibandingkan tapi tidak dalam bentuk angka nggul, ini pun asumsi saya dari pengalaman saja, tapi kita tahu semua ini sejalan dengan kealamiahan kan? :D ingat luas penampang yang kecil lebih bisa memberikan hunjaman yang lebih dalam dan fokus

    o iya desain wc di rumah menggunakan model jongkok-dan-guyur

Leave a reply to tunggul Cancel reply